Judul Buku:Hidup Lebih Bermakna
Pengarang: Muhammad Zuhri
Penerbit: Serambi, Jakarta
Cetakan: 1, Agustus 2007
Tebal: 240 halaman
Islam mengajarkan kepada umatnya agar selalu mengawali lembaran
hari-harinya dengan membaca basmalah. Basmalah dibaca oleh umat islam setiap
memulai perbuatannya –terlepas dari besar-kecilnya atau penting-tidak pentingnya
perbuatan tersebut dan bersifat maslahat–. Sebelum makan, minum,
berpakaian, bepergian, membaca kitab suci al-qur’an, menulis dan lain
sebagainya. Basmalah, Bismillahi
ar-rahmani ar-rahimi, (dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi
maha penyayang). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya untuk mengawali segala
perbuatan maslahat dengan basmalah, sehingga Allah beserta Rasul-Nya
mengajarkan demikian. Mengapa demikian? Apa sebenarnya makna filosofis yang
terkandung di dalamnnya? Mengapa kita orang-orang muslim membacanya di setiap awal
perbuatan yang sifatnya maslahat?
Pak Muh, demikian Muhammad Zuhri akrab disapa, penulis buku monumental Mencari Nama Allah Yang Keseratus yang
diterbitkan oleh Serambi ini mengajak kita dalam karyanya teranyarnya yang
berjudul Hidup Lebih Bermakna (yang
juga diterbitkan oleh penerbit Serambi) untuk “berlayar” mengarungi luasnya
samudera basmalah. Dalam karya teranyarnya ini, beliau memaparkan dengan
panjang lebar betapa dalamnya makna kalimat basmalah. Hal ini menunjukkan
kepada kita betapa luasnya ilmu Allah.
Basmalah, mengenalkan kepada kita beberapa nama tuhan, yakni Allah, Ar-Rahman, dan Ar-Rahim,
jelas pak Muh. Allah yang maha ghaib yang
tidak dapat dilihat wujudnya. Allah yang maha ghaib yang bahkan Musa pun tidak dapat melihatnya. Allah yang maha ghaib
yang tidak dapat digambarkan wujudnya oleh akal dan fikiran manusia
karena keterbatasan kita sebagai umat manusia.
Maka, untuk mengenal Allah haruslah terlebih dahulu mengenal
sifat-sifat-Nya yang dapat diwujudkan. Sifat Allah yang dapat diwujudkan
dimulai dari sifat Ar-Rahman; bahwa
alam besrta isi dan potensi yang terdapat di dalamnya, keberadaannya
dikarenakan pancaran dari sifat rahmaniyyah
Allah. Muhammad Zuhri menempatkan sifat ar-Rahman disini sebagai sifat al-awwal Allah.
Tentunya sebelum diciptakannya dunia, yang ada hanyalah Allah dan
ketiadaan, jelas Muhammad Zuhri. Karena pancaran dari sifat rahmaniyyah Allahlah kemudian ketiadaan
itu menjadi ada. Allah kemudian menciptakan alam semesta raya ini dengan qudrat-iradatnya. Matahari, bumi, air,
udara, gas, terlebih dahulu diciptakan oleh Allah. Barulah kemudian allah
menciptakan kehidupan di jagadraya ini, mulai dari tumbuhan-tumbuhan, hewan,
dan manusia.
Manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah yang paling
sempurna daripada yang lainnya. Manusia diberi kelebihan oleh Allah berupa akal
sehingga manusia memiliki daya cipta (kreatifitas). Dengan akalnya manusia
mampu menciptakan alat dan sarana untuk mempermudah kehidupannya.
Selanjutnya, sifat allah yang dapat diwujudkan adalah sifat ar-Rahim
atau sifat al-akhir. Muhammad Zuhri menegaskan bahwa Allah akan
memberikan karunia rahimiyyah-Nya apabila manusia sanggup mengemban
karunia Allah yang berasal dari sifat rahmaniyyah-Nya. Muhammad Zuhri mencontohkannya
dengan “mata”. Manusia diberi indra berupa mata, kemudian mata tersebut
digunakan untuk membaca –tidak hanya membaca teks tetapi juga membaca
tanda-tanda Allah selain teks– sehingga dengan membaca tersebut manusia
memperoleh nilai-nilai yang bisa digunakan untuk menemukan makna hidup serta
mendapatkan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Sebaliknya, apabila manusia menyianyiakan karunia rahmaniyyah Allah,
maka azab-Nyalah yang kemudian diturunkan. Seperti dalam QS: Ibrahim: 7: Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat besar.
Muhammad Zuhri juga menganalogikan sifat al-Awwal dan al-Akhir
Allah ini dengan proses penciptaan semesta raya ini. al-Awwal adalah
masa di mana yang ada hanyalah allah dan ketiadaan yang kemudian allah
menciptakan semesta beserta isi di dalamnya adalah untuk menuju yang akhir (al-Akhir).
Sedangkan kita hidup di dunia ini berada pada tengah-tengah bermilyar-milyar
tahun setelah penciptaan dunia. Namun kehidupan manusia di dunia ini hanyalah
beberapa puluh tahun dan manusia akan mati. Setelah manusia mati dunia akan
menjadi gelap kembali selama bermilyar-milyar tahun pula menunggu hari akhir
(kiamat). “Kehidupan manusia di dunia bagaikan kilatan sinar di antara dua
kegelapan”, itulah yang dikatakan muhammad zuhri untuk melukiskan masa
kehidupan manusia di dunia ini.
Singkatnya, Muhammad Zuhri menyampaikan kepada semua pembaca bahwa ar-Rahman
atau al-Awwal merupakan sifat kemurahan tuhan (yang memberikan kepada
kita semua fasilitas), dan ar-Rahim atau al-Akhir merupakan sifat
kasih sayang tuhan (balasan berupa kenikmatan), apabila mampu mengemban amanah
atau fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada kita.
Sangatlah tepat rasanya Muhammad Zuhri menempatkan basmalah sebagai
pembuka karya teranyarnya tersebut. Dengan menjelajahi luasnya samudera
basmalah kita dapat mengenal siapa
sebenarnya diri kita ini. Apalah hebatnya kita manusia tanpa kasih sayang-Nya?.
Dan dengan memahami samudera basmalah, kita telah memulai langkah kita untuk
menuju insan kamil. Dan setelah memahami semua itu pula, satu-satunya
harapan kita adalah agar bagaimana kita hidup di dunia ini lebih bermakna. Buku
yang ditulis dengan gaya bahasa yang mudah dicerna ini berupaya untuk
membangunkan jiwa kita yang hanya melakukan rutinitas keberagamaan yang
stagnan.
Akhirnya, buku yang disusun semenarik mungkin ini sangatlah cocok untuk
dijadikan tambahan koleksi bacaan kita. Pembaca tidak akan pernah bosan tatkala
membacanya, bahkan para pembaca akan merasakan ketenangan batin tersendiri
ketika sedang membacanya. Dan pada akhirnya akan merindukan setiap kata dalam
buku ini.