Wednesday 16 January 2019

Resensiku; Menuju Insan Kamil; Sebuah Langkah Awal

Judul Buku:Hidup Lebih Bermakna
Pengarang: Muhammad Zuhri
Penerbit: Serambi, Jakarta
Cetakan: 1, Agustus 2007
Tebal: 240 halaman

Islam mengajarkan kepada umatnya agar selalu mengawali lembaran hari-harinya dengan membaca basmalah. Basmalah dibaca oleh umat islam setiap memulai perbuatannya –terlepas dari besar-kecilnya atau penting-tidak pentingnya perbuatan tersebut dan bersifat maslahat–. Sebelum makan, minum, berpakaian, bepergian, membaca kitab suci al-qur’an, menulis dan lain sebagainya. Basmalah, Bismillahi ar-rahmani ar-rahimi, (dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya untuk mengawali segala perbuatan maslahat dengan basmalah, sehingga Allah beserta Rasul-Nya mengajarkan demikian. Mengapa demikian? Apa sebenarnya makna filosofis yang terkandung di dalamnnya? Mengapa kita orang-orang muslim membacanya di setiap awal perbuatan yang sifatnya maslahat?
Pak Muh, demikian Muhammad Zuhri akrab disapa, penulis buku monumental Mencari Nama Allah Yang Keseratus yang diterbitkan oleh Serambi ini mengajak kita dalam karyanya teranyarnya yang berjudul Hidup Lebih Bermakna (yang juga diterbitkan oleh penerbit Serambi) untuk “berlayar” mengarungi luasnya samudera basmalah. Dalam karya teranyarnya ini, beliau memaparkan dengan panjang lebar betapa dalamnya makna kalimat basmalah. Hal ini menunjukkan kepada kita betapa luasnya ilmu Allah. 
Basmalah, mengenalkan kepada kita beberapa nama tuhan, yakni Allah, Ar-Rahman, dan Ar-Rahim, jelas pak Muh. Allah yang maha ghaib yang tidak dapat dilihat wujudnya. Allah yang maha ghaib yang bahkan Musa pun tidak dapat melihatnya. Allah yang maha ghaib  yang tidak dapat digambarkan wujudnya oleh akal dan fikiran manusia karena keterbatasan kita sebagai umat manusia.
Maka, untuk mengenal Allah haruslah terlebih dahulu mengenal sifat-sifat-Nya yang dapat diwujudkan. Sifat Allah yang dapat diwujudkan dimulai dari sifat Ar-Rahman; bahwa alam besrta isi dan potensi yang terdapat di dalamnya, keberadaannya dikarenakan pancaran dari sifat rahmaniyyah Allah. Muhammad Zuhri menempatkan  sifat ar-Rahman disini sebagai sifat al-awwal Allah.
Tentunya sebelum diciptakannya dunia, yang ada hanyalah Allah dan ketiadaan, jelas Muhammad Zuhri. Karena pancaran dari sifat rahmaniyyah Allahlah kemudian ketiadaan itu menjadi ada. Allah kemudian menciptakan alam semesta raya ini dengan qudrat-iradatnya. Matahari, bumi, air, udara, gas, terlebih dahulu diciptakan oleh Allah. Barulah kemudian allah menciptakan kehidupan di jagadraya ini, mulai dari tumbuhan-tumbuhan, hewan, dan manusia.
Manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah yang paling sempurna daripada yang lainnya. Manusia diberi kelebihan oleh Allah berupa akal sehingga manusia memiliki daya cipta (kreatifitas). Dengan akalnya manusia mampu menciptakan alat dan sarana untuk mempermudah kehidupannya.
Selanjutnya, sifat allah yang dapat diwujudkan adalah sifat ar-Rahim atau sifat al-akhir. Muhammad Zuhri menegaskan bahwa Allah akan memberikan karunia rahimiyyah-Nya apabila manusia sanggup mengemban karunia Allah yang berasal dari sifat rahmaniyyah-Nya. Muhammad Zuhri mencontohkannya dengan “mata”. Manusia diberi indra berupa mata, kemudian mata tersebut digunakan untuk membaca –tidak hanya membaca teks tetapi juga membaca tanda-tanda Allah selain teks– sehingga dengan membaca tersebut manusia memperoleh nilai-nilai yang bisa digunakan untuk menemukan makna hidup serta mendapatkan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Sebaliknya, apabila manusia menyianyiakan karunia rahmaniyyah Allah, maka azab-Nyalah yang kemudian diturunkan. Seperti dalam QS: Ibrahim: 7: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat besar.   
Muhammad Zuhri juga menganalogikan sifat al-Awwal dan al-Akhir Allah ini dengan proses penciptaan semesta raya ini. al-Awwal adalah masa di mana yang ada hanyalah allah dan ketiadaan yang kemudian allah menciptakan semesta beserta isi di dalamnya adalah untuk menuju yang akhir (al-Akhir). Sedangkan kita hidup di dunia ini berada pada tengah-tengah bermilyar-milyar tahun setelah penciptaan dunia. Namun kehidupan manusia di dunia ini hanyalah beberapa puluh tahun dan manusia akan mati. Setelah manusia mati dunia akan menjadi gelap kembali selama bermilyar-milyar tahun pula menunggu hari akhir (kiamat). “Kehidupan manusia di dunia bagaikan kilatan sinar di antara dua kegelapan”, itulah yang dikatakan muhammad zuhri untuk melukiskan masa kehidupan manusia di dunia ini.
Singkatnya, Muhammad Zuhri menyampaikan kepada semua pembaca bahwa ar-Rahman atau al-Awwal merupakan sifat kemurahan tuhan (yang memberikan kepada kita semua fasilitas), dan ar-Rahim atau al-Akhir merupakan sifat kasih sayang tuhan (balasan berupa kenikmatan), apabila mampu mengemban amanah atau fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada kita.  
Sangatlah tepat rasanya Muhammad Zuhri menempatkan basmalah sebagai pembuka karya teranyarnya tersebut. Dengan menjelajahi luasnya samudera basmalah  kita dapat mengenal siapa sebenarnya diri kita ini. Apalah hebatnya kita manusia tanpa kasih sayang-Nya?. Dan dengan memahami samudera basmalah, kita telah memulai langkah kita untuk menuju insan kamil. Dan setelah memahami semua itu pula, satu-satunya harapan kita adalah agar bagaimana kita hidup di dunia ini lebih bermakna. Buku yang ditulis dengan gaya bahasa yang mudah dicerna ini berupaya untuk membangunkan jiwa kita yang hanya melakukan rutinitas keberagamaan yang stagnan.
Akhirnya, buku yang disusun semenarik mungkin ini sangatlah cocok untuk dijadikan tambahan koleksi bacaan kita. Pembaca tidak akan pernah bosan tatkala membacanya, bahkan para pembaca akan merasakan ketenangan batin tersendiri ketika sedang membacanya. Dan pada akhirnya akan merindukan setiap kata dalam buku ini.

0 Comments:

blogger templates | Make Money Online