Monday 17 December 2018

Resensiku; Latih Kemampuan Menulis Dengan Metode Free Writing



Judul Buku: Free Writing:
Mengejar Kebahagiaan dengan Menuis
Penulis: Hernowo Hasim
Penerbit: B First (PT. Bentang Pustaka)
Cetakan: 1, November 2017
Tebal: xl + 216 Halaman
ISBN: 978-602-426-088-0

 “Menulis” bagi sebagian besar orang identik dengan aktivitas yang menguras emosi serta penuh dengan tekanan. Ini disebabkan karena untuk menulis, seseorang membutuhkan konsentrasi penuh sehingga tidak jarang seseorang merasakan stress ketika melakukannya. Ini pula yang kemudian menjadikan “menulis” dilabeli sebagai pekerjaan “berat”, yang tidak semua orang dapat melakukannya. Menulis seakan menjadi aktivitas menyeramkan bagi kebanyakan orang, bahkan bagi seorang akademisi sekalipun.
Barangkali, alasan kenapa menulis terkesan menjadi pekerjaan berat adalah karena tidak terbiasanya seseorang dalam mengungkapkan gagasannya melalui tulisan. Selain itu mind set  bahwa sebuah tulisan haruslah menggunakan struktur kalimat, paragraf, serta gramatika yang baik semakin mempertegas image “menulis” sebagai pekerjaan yang tidak mudah. Dapat dibayangkan betapa kesulitannya seseorang yang tidak terbiasa menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan, masih juga harus menuliskan gagasannya menggunakan struktur bahasa yang sesuai standar. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mind set yang semacam ini pada akhirnya akan membentuk mental “tidak siap menulis” atau bahkan trauma menulis.
Memang tulisan yang baik, terlebih tulisan akademis, adalah menggunakan struktur gramatika yang baik dan benar. Tulisan semacam ini dapat dijumpai semisal di koran, jurnal, buku, dan sebagainya. Namun demikian, yang perlu diperhatikan bahwa semua model tulisan tersebut bertujuan untuk memahamkan atau memberikan informasi kepada orang lain. Dengan kata lain tulisan-tulisan tersebut ditujukan sebagai konsumsi publik. Lantas yang menjadi pertanyaan, apakah menulis memang hanya terbatas sebagai aktivitas memproduksi tulisan sebagai konsumsi publik semata?
Hernowo Hasim dalam Free Writing menyebutkan bahwa bisa saja tujuan sebuah tulisan dibuat adalah untuk mengeluarkan “sampah” yang ada di dalam pikiran seseorang. Sebuah tulisan diproduksi tidak selalu bertujuan agar dibaca oleh orang lain, melainkan juga untuk diri sendiri. Hasim mengistilahkannya dengan MUDS atau menulis untuk diri sendiri. MUDS merupakan aktivitas menulis yang tidak dikekang oleh peraturan yang dibuat oleh individu, lembaga, atau pihak lainnya (hlm. 132). Dengan demikian aktivitas menulis dapat terasa lebih ringan. MUDS menjadikan aktivitas menulis menjadi lebih nyaman sebab dengannya seseorang dapat mengatasi ketegangan saat menuliskan isi pikirannya.
Dalam hal ini Hasim menawarkan sebuah metode latihan menulis yang diadopsinya dari Barat bernama free writing, yakni menulis bebas (sebebas-bebasnya), tanpa harus terikat dengan aturan apapun, termasuk aturan kebahasaan. Pendekatan kebahasaan di dalam free writing sementara “dipinggirkan” terlebih dahulu. Karenanya, seseorang dapat menuliskan apa saja yang diinginkan tanpa harus terjebak labih dahulu dalam hal, semisal, penyusunan kata yang baik dan benar sesuai kaidah berbahasa. Ini bertujuan agar (melatih) “si penulis” dapat benar-benar menuliskan secara total dirinya (pikirannya) di atas kertas maupun gawai (hlm. xxvii).
Hasim mendasari gagasannya tentang free writing dari tokoh-tokoh penggagas metode quantum learning/writing seperti Roger Sperry, Lev Vigotsky, Bobbi Deporter, Mike Hernacki, Natalie Goldberg, James W. Pennebeker, dan Peter  Elbow. Lev Vigotsky misalnya, mengistilahkan free writing sebagai menulis dalam proses (hlm. 30). Dinamakan demikian sebab yang terpenting dalam latihan free writing adalah proses menulisnya, bukan hasil yang ditulis. Seseorang hanya perlu menuliskan apa saja yang terbersit di dalam pikirannya, kemudian merasakan prosesnya –apakah merasa nyaman atau tertekan ketika menulis. Sementara Natalie Goldberg, menggambarkan free writing sebagai menulis tanpa bentuk. Seseorang hanya perlu mengalirkan kemudian menuliskan apa yang ada di pikirannya, tidak lebih.
Menulis free writing terbilang mudah dilakukan sebab ia memanfaatkan kinerja otak kanan untuk menulis. Merujuk pada Sperry, otak kanan manusia bekerja secara acak dan emosional, sehingga ketika diterapkan pada free writing, seseorang dapat menulis secara bebas dan spontan. Dalam hal ini, yang perlu dilakukan dalam praktik menulis free writing adalah konsisten menulis (bebas) secara berkala, dalam durasi 10 menit tanpa berhenti. Dalam rentang 10 menit tersebut, kita hanya perlu menuliskan apa saja tanpa perlu berpikir maupun melakukan koreksi terhadap yang dituliskan. Yang terpenting adalah proses ketika menulis. Keep your hand moving!
Ini memberikan dampak positif berupa terbentuknya mental siap menulis. Kesiapan mental dalam menulis penting bagi seseorang untuk mengatasi ketegangan dan tekanan. Selain itu latihan menulis free writing juga dapat mengondisikan kenyamanan (mental) ketika sedang menulis. Dengan melakukan latihan free writing, sebagaimana disebutkan Haidar Bagir dalam pengantar buku, seseorang dapat membangkitkan potensi serta melejitkan kemampuan menulis. Selain itu, kehadiran free writing berpeluang mengubah banyak orang yang tidak suka menulis atau trauma menulis menjadi senang menulis.


Tulisan ini pernah dimuat di media online Liputan Kendal pada 19 April 2018.

0 Comments:

blogger templates | Make Money Online